Kamis, 04 Mei 2017

Jurnalis Papua Alami Sejumlah Luka Akibat Dihajar Polisi Indonesia

Jurnalis Papua Alami Sejumlah Luka Akibat Dihajar Polisi Indonesia
Yance Wenda menunjukkan memar dan luka bekas pukulan polisi - Foto: Dok. Jubi.
Jayapura -- Jurnalis di Papua kembali mengalami tindak kekerasan yang diduga dilakukan anggota polisi, Senin (1/5/2017). Korban adalah Yance Wenda. Wartawan Koran Jubi dan tabloidjubi.com. Ia mengalami sejumlah luka di wajahnya lantaran dipukul beberapa oknum polisi dari Polres Jayapura.

"Pelipis saya luka, mata bengkak, kepala benjol, di belakang ada dua bekas pukulan rotan, di bahu juga bekas tentangan sepatu, bibir atas dan bibir bawa saya pecah gara-gara dipukul dan ditendang dan dipukul rotan," kata Yance, Senin (1/5/2017).

Lanjutnya, ketika itu sekitar pukul 08:00 WIT ada penangkapan massa KNPB. Mereka dibawa ke Polres Jayapura. Yance mengikuti massa. Namun ia tidak masuk ke halaman Polres.

"Saya jauh dari massa. Ketika massa dibawa masuk Polres, saya duduk di kios depan Polres. Saya tidak ambil gambar. Saya hanya mengamati. Tidak lama, seorang anggota polisi datang. Dia membuka kacamata saya. Dia bertanya kepada saya, saya jawab saya wartawan," ujarnya.

Ketika akan mengeluarkan surat tugas dari dalam tasnya, seorang anggota polisi lain datang merampas tas Yance. Beberapa anggota polisi kemudian menarik Yance ke Polres sambil menendang dan memukulnya.

"Tiba di Polres, saya diperiksa. Disuruh bukan baju. Mereka tanya saya, saya bilang saya wartawan. Mereka periksa tas saya dan menemukan surat tugas saya," katanya.

"Mereka kemudian bertanya kamu wartawan rupanya. Saya jawab tadi saya suduh bilang saya wartawan. Saya mau kasi tunjuk surat tugas tapi kamu rampas tas saya. Mereka kelihatan bingung. Saya dibawa ke Polres Jayapura sekira pukul 09:00 WIT dan baru diizinkan pulang pukul 13:40 WIT," imbuhnya.

Kapolres Jayapura, AKBP. Gustav Urbinas yang dihubungi Jubi via telepon membenarkan Yance ikut diamankan. Namun ia menyebut, yang bersangkutan ketika itu diamankan lantaran datang bersama simpatisan massa lainnya yang ingin mengecek rekan-rekan mereka yang terlebih dahulu diamankan di Polres.

"Dia bergabung dengan mereka. Dia tidak menggunakan kartu pers. Setelah diamankan baru dipertanyakan. Setelah sampai di dalam baru dia mengaku wartawan. Kemudian dicek tidak ada id card. Yang ada hanya surat tugas yang discan," kata AKBP Gustav Urbinas.

Menurutnya, setelah polisi mengetahui Yance adalah wartawan, ia dipulangkan. Kapolres Jayapura juga membantah jika yang bersangkutan mengalami tindak kekerasan dari anggota polisi.

"Tidak ada luka. Dia satu rombongan dengan mereka. Seandainya dia punya tanda pengenal wartawan, kan pasti polisi tahu. Dia tidak menggunakan apa-apa jadi. Dia membaur. Dia tidak menunjukkan indentitasnya sebagai wartawan," katanya.

Mengenai surat tugas ini, pemimpin redaksi Koran Jubi, Dominggus Mampioper mengatakan kebijakan media yang dipimpinnya adalah tidak memberikan ID Card kepada wartawan baru. Untuk mendapatkan ID Card, seorang wartawan Jubi harus memenuhi persyaratan tertentu, salah satunya harus melalui masa kerja lebih dari 12 hingga 18 bulan. Selama masa ini, jurnalis bersangkutan akan mendapatkan surat tugas yang diperpanjang setiap tiga bulan.

"Yance memang ditugaskan untuk meliput aksi tersebut. Dia wartawan baru, masih mendapatkan pendampingan redaksi. Dia hanya diberikan surat tugas. Tidak ada bedanya. Sama dengan di media lainnya, surat tugas diberikan pada wartawan baru ataupun saat wartawan bersangkutan kehilangan ID cardnya. Fungsinya sama, hanya bentuknya yang beda," jelas Dominggus.

Terpisah, Kordinator Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen Kota Jayapura, Fabio Lopez Dacosta berharap aparat kepolisian kembali mempelajari regulasi tentang kebebasan pers di mana tak ada pembatasan untuk peliputan isu apapun di tanah Papua.

"Tak boleh menggunakan aksi kekerasan untuk membatasi kegiatan jurnalistik seorang wartawan. Apabila wartawan tersebut tidak menggunakan kartu pers, maka gunakan cara persuasif untuk menanyakan identitas wartawan tersebut," kata Fabio.

Menurutnya, kekerasan yang menimpa Yance menunjukkan bahwa belum digunakan cara persuasif untuk memahami cara kerja pers di tanah Papua khususnya mengenai isu-isu politik dan kasus hukum seperti korupsi.

"Saya berharap Yance yang mendapatkan pukulan dari beberapa oknum polisi bisa melaporkannya ke Bidang Propam Polda Papua untuk ditindaklanjuti," lanjut Fabio. (*)


Copyright ©Tabloid JUBI "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

0 komentar

Posting Komentar