Linus Hiluka (tengah) bersama Pastor Jhon Djonga dan Theo Hesegem saat menunjukan surat yang telah dikirim ke PBB, saat siaran pers di Rumah Bina Wamena, Selasa (26/9/2017).- Foto: Islami. |
“Ini sebagai tanggapan setelah menteri luar negeri dan menteri hukum dan HAM yang bicara mengenai isu-isu Papua Barat sesi ke 27 di dewan HAM PBB pada 3 Mei 2017 di Jenewa,” kata Linus Hiluka, saat memberikan keterangan pers di Rumah Bina Wamena, Selasa (26/9/2017).
Ia menilai pernyataan menteri luar negeri dan menteri hukum dan HAM di dewan HAM PBB Jenewa itu tidak benar. Menurut Linus, penyataan dua menteri yang menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo memberi perhatian pribadi sangat besar ke Papua dan Papua Barat, dan upaya dialog dengan orang Papua sangat tidak benar.
“Itu merupakan pembohongan publik di PBB dan kepada negara yang ikut mendengar laporan itu,” kata Linus Hiluka menjelaskan.
Linus menyebutkan surat yang disampaikan ke PBB menjelaskan tim penyelesaian dugaan kasus pelanggaran HAM pada 2016 tidak pernah melibatkan dan mengajak korban pelanggaran HAM kasus Wamena, Wasior dan Paniai untuk berdialog.
Linus Hiluka mewakili korban pelanggaran HAM lainya di wilayah pegunungan tengah Papua yang merekomendasikan meminta dialog terbuka dengan pemerintah Indonesia dan korban-korban dimediasi oleh pihak ketiga yang netral.
Ia mendesak presiden komisi tinggi HAM PBB segera membentuk tim pencari fakta pelanggaran HAM di Papua Barat, serta membuka akses wartawan internasional dan lembaga-lembaga HAM masuk ke Papua dan Papua Barat.
Ketua jaringan advokasi hukum dan HAM pegunungan tengah Papua, Theo Hesegem, juga menolak semua yang telah disampaikan menteri Luar negeri dan menteri hukum dan HAM di Jenewa.
Menurut Theo, tanggapan menteri luar negeri itu korban dan keluarga korban pelanggaran HAM menyampaikan sikapnya melalui surat yang ditujukan kepada Presiden tinggi HAM di PBB beberapa bulan lalu. “Dan surat itu sudah masuk ke PBB awal bulan ini,” kata Theo .
Surat yang disampaikan korban dan keluarga korban pelanggaran HAM itu ditembuskan kepada 109 negara dan juga negara-negara pasifik. “Surat itu suara korban, sehingga sudah dievaluasi terhadap negara ini, surat ini akan kami bagi resmi ke Kapolda, Menteri Luar Negeri, Presiden dan juga Komnas HAM,” kata Theo menjelaskan.
Penyampaian surat ini menyangkut krisis kepercayaan para korban pelanggaran HAM di Papua yang sudah jenuh dan tidak percaya lagi dengan republik ini. (*)
Copyright ©Tabloid JUBI "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
0 komentar
Posting Komentar