Ilustrasi penolakan hukuman mati. Foto: Puspa Perwitasari. |
Jakarta -- Kementerian Luar Negeri RI menyatakan sudah siap menanggapi pertanyaan Dewan HAM PBB (UNHRC) soal isu hukuman mati dan penegakan hak di Papua.
Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri RI, Dicky Komar, mengatakan isu tersebut masih menjadi perhatian UNHRC.
Karena itu, pemerintah bersiap menghadapi penyampaian rutin laporan penegakan HAM di Indonesia dalam siklus ke-3 mekanisme Universal Periodic Review (UPR) UNHCR yang akan diselenggarakan 3-5 Mei mendatang di Jenewa.
“Karena itu sebagai antisipasi, kami telah mempersiapkan tanggapan dan respons jika pernyataan masalah itu diangkat dalam sidang tersebut,” ujarnya, Jumat (21/4).
Dicky mengatakan, Indonesia akan tetap berpegang pada prinsip yang selama ini ditetapkan pemerintah mengenai penerapan hukuman mati.
Namun, tuturnya, Indonesia juga tetap secara terbuka menerima masukan dan pembahasan negara-negara mengenai isu dalam sidang nanti.
Soal Papua, Dicky mengatakan, Indonesia juga siap dengan segala klarifikasinya jika kelak ditanya dalam sidang empat setengah tahunan itu.
Dia menuturkan, selama ini, pemerintah terus berupaya menghormati dan menegakkan HAM tak hanya di Papua, tapi juga di seluruh Indonesia, khususnya mengenai pengentasan kemiskinan dan pemenuhan hak sosial dan budaya warga di pelosok daerah.
“Selama ini, pemerintah terus berupaya memenuhi hak ekonomi, sosial, dan budaya seluruh warga. Dalam laporan nanti, salah satu bukti yang akan kita paparkan adalah upaya Presiden Joko Widodo memberikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) kepada warga yang kurang mampu sebagai highlight pemenuhan hak tersebut,” kata Dicky.
Menlu RI Retno Marsudi dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly direncanakan akan menyampaikan langsung laporan rutin tersebut. Selain evaluasi, pemerintah juga akan memaparkan hambatan apa saja yang selama ini masih menjadi tantangan penegakan HAM di Indonesia.
“Ada sejumlah tantangan yang juga akan kita paparkan dalam sidang tersebut. Salah satunya mengenai pelanggaran HAM di masa lalu yang masih menjadi PR kita. Kami turut antisipasi jika pertanyaan dan rekomendasi negara muncul terkait isu ini,” ujar Dicky.
Indonesia menjadi yang pertama dari total 13 negara yang akan memaparkan laporan UPR dalam siklus ini. UPR merupakan mekanisme terobosan hasil reformasi pada 2005 silam.
Pada pelaporan siklus ke-3 ini, Indonesia memfokuskan pemaparannya mengenai implementasi 150 rekomendasi yang sebelumnya dianjurkan oleh negara-negara pada Indonesia dalam sidang siklus ke-2 tahun 2012 silam.
Selain itu, Dicky mengatakan, Indonesia juga akan menyampaikan kemajuan serta sejumlah inovasi yang berhasil dicapai di tingkat nasional maupun daerah mengenai penegakan HAM, yang bisa menjadi pelajaran bagi negara anggota PBB lainnya.
Copyright ©CNN Indonesia | Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
0 komentar
Posting Komentar