Rabu, 15 Agustus 2018

Ade, Kenapa Ko Sekolah Pakai Koteka?

Andrianto Tekege (Andi), Siswi SMK Negeri 3 Jayapura, Kotaraja Luar Sekolah Menengah Kejuruan (SKK) menggunakan koteka dan masuk sekolah.
Jayapura – Tengah Agustus lalu, publik dikejutkan dengan aksi seorang mahasiswa Uncen, yang kuliah dengan mengenakan pakaian adat Koteka. Kini aksi itu dapat pengikutnya. Kali ini dilakukan seorang pelajar di SMK 3 Jayapura, Andrianto Tekege namanya. Umur 17 tahun.

Dari tempat tinggalnya di Padang Bulan, Ade satu ini mantap mencegat angkot, berangkat ke sekolah pakai Koteka. "Saya pergi ditemani seorang kakak, Iki Pekey," kata Andrianto Tekege dalam rilis yang diterima Jubi, Senin (13/8/2018).

Aksinya itu sempat mencuri perhatian. Begitu tiba di depan pintu gerbang sekolah, anak muda yang baru duduk di kelas 10 (kelas 1) itu didatangi seorang guru agama yang keheranan.

“Ada acara apakah, ko bisa pakai pakaian begini”.

“Saya pakai begini karena saya ingat saya pu orang tua dulu begini dan sekarang saya mau sekolah”, kata Andrianto.

Akhirnya guru tersebut kemudian mempersilahkannya dan kakaknya masuk.

“Kami tidak menyuruh anda memakai pakaian adat. Kenapa kamu pakai? ” tanya guru lain yang ikut keheranan.

“Saya hanya menjawab, ini pakaian saya. Seperti dahulu orang tua saya menggunakan koteka katanya.

(Baca ini: Koteka Menentang Budaya Asing)

Tak hanya para guru, menurut Tekege, aksinya itu juga mengundang perhatian teman-temannya . Ada yang datang menghampiri. Menyalaminya.

"Saya pu teman-teman memuji saya, Ini terutama dari teman-teman sesuku (suku Mee) maupun dari suku lainnya di Papua," katanya.

Pukul 08.00 pagi Andi dipanggil oleh gurunya ke kantor. “Datang ke sekolah ini untuk apa? ”Sa jawab “Saya mau masuk sekolah!”. Para guru heran karena tidak mengenal saya. Sebabnya, saya murid baru di SMK Negeri 3 Jayapura ," katanya.

Frederika Emola,Guru wali kelas Andrianto, mengaku salut atas aksi berani anak didiknya itu. Bahkan mendukungnya " Tetapi ada pengecualian, (Koteka dipakai) pada momen-momen tertentu, seperti festival budaya baru bisa menggunakan busana adat. Tetapi kalau di sekolah, guru dan siswa akan terganggu konsentrasi," katanya.

Guru Bidang Kesiswaan, Eddy Marumun juga berpendapat hal yang sama. “Bisa pakai pada momen tertentu, tetapi kalau ke sekolah pakai seragam sekolah. masa Papua seperti begini, kita sudah maju. Di pegunungan semua daerah di pegang oleh putra daerah. Berarti pemerintah pusat berharap kalau anak negeri memimpin akan jauh lebih maju," katanya.

(Baca ini: Mahasiswa Papua Mulai Marak Mengenakan Koteka di Kampus)

Dia menjamin jika pakaian adat dipakai pada momentum budaya, maka pihak sekolah akan fasilitasi, Misalnya momen pameran, 17 Agustus. “Polisi juga tidak larang, ketika ibu-ibu atau nona-nona dari gunung sana memakai pakaian adat,” katanya .

"Tetapi kalau aktivitas di kantor di kuliah dan lain sebagainya kita wajib menggunakan pakaian yang orang lain bisa pakai. Pakaian juga sekarang tidak mahal di Papua," sambungnya.

Menurut Edy, ada juga siswa lainnya di sekolah itu yang sering gunakan busana adat. Namanya Yance, duduk di kelas 12 (kelas III), dia rutin gunakan pakaian adat dan tidak pernah malu. "Kita guru juga tidak pernah marah. Kita kasih motivasi kepada Yance, kamu boleh pakai pakaian begini tapi pada momen khusus. Kita di sini tidak alergi terhadap budaya. Malah kita pernah buat saat 17 Agustus, anak-anak memakai pakaian daerah," katanya.

(Simak ini: Noken Basis Papua Menuju Unesco Paris France)

Namun menurutnya, jika memang ada pihak yang ingin sekolah memperbolehkan siswa pakai baju adat, maka silahkan usul ke Majelis Rakyat Papua (MRP)."Beberapa kali kita buat itu anak-anak tidak respon. Mereka tidak mau. Contoh dari Jawa pakai kebaya harus make up yang stengah mati. Anak-anak Papua Cuma hanya beberapa orang yang mau, yang lain tidak mau,” katanya.

"Jadi ade bisa kali ini, jang ko pakai begini (koteka), saya tidak larang, ko bisa langsung ke kantor MRP bisa minta apakah boleh anak-anak Papua di dalam satu minggu ini mereka pakai pakaian budaya. Supaya budaya kita tidak luntur," katanya.

Sementara itu, Iki Pekey mengatakan, tujuannya hanya menemani adiknya ke sekolah dengan busana adat itu, tidak dimaksudkan untuk mencari sensasi. "Dia datang bukan untuk foto fashion show. Ia menghargai budaya leluhurnya. Hati nuraninya sendiri terpanggil untuk memakai pakaian adatnya (koteka). Sebab budaya Papua sudah di ambang kepunahan," katanya. (*)
_____________________________
Tahun 1970-an pemerintah Indonesia melakukan operasi tumpas koteka di daerah pegunungan Tengah dan puncaknya adalah tahun 1976-78 yang menewaskan ribuan orang dan menghancurkan kampung-kampung, ternak babi dan kebun-kebun kami. Dalam beberapa laporan internasional menulis dengan jumlah korban yang berbeda. Asia human right melaporkan 4.146 orang (AHRC and ICP 2013), sedangkan Catholic Justice and Peace Commission of the Archdiocese of Brisbane dilaporkan 25 ribu orang (APCAB, 2016). Peristiwa itu kemudian menimbulkan gelombang pengungsi secara besar-besaran -- Baca selengkapnya ini: (Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP)


Copyright ©Tabloid JUBI "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

0 komentar

Posting Komentar