Jumat, 09 Februari 2018

Tokoh Papua bahas kondisi HAM Papua bersama Komisioner HAM PBB

Tokoh Papua bahas kondisi HAM Papua bersama Komisioner HAM PBB
Komisoner Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Zeid Raad Al Hussein.
Jayapura -- Komisoner Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Zeid Raad Al Hussein bertemu dengan delegasi Papua untuk mendengar langsung tentang situasi HAM di Tanah Papua.

Dalam rangkaian kunjungannya, 5-6 Februari 2018 Komisioner HAM PBB melangsungkan pertemuan dengan berbagai pihak, diantaranya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Perempuan dan Organisasi Masyarakat Sipil dan sejumlah warga Papua. Pertemuan khusus dengan warga Papua dilakukan di Kantor Komnas HAM, Senin (05/02/2018) sore. Pertemuan dengan sejumlah warga Papua ini dilakukan untuk mengklarifikasi laporan-laporan yang diterima oleh Dewan HAM PBB dalam beberapa tahun belakangan ini.

“Saya sudah mendapatkan banyak laporan tentang situasi HAM di Papua dari banyak sumber. Agar tidak bias, saya harus mendengarkan sendiri dari orang Papua. Kehadiran orang Papua yang datang jauh-jauh untuk bertemu dengan saya ini sangat saya apresiasi,” ungkap Komisioner Zeid kepada Jubi usai pertemuan tersebut.

Ia mengaku mengundang warga Papua dalam pertemuan khusus tersebut untuk mendapatkan konfirmasi tentang laporan-laporan yang diterima oleh Dewan HAM PBB di Jenewa.

“Apa yang disampaikan hari ini akan menjadi bahan untuk saya saat bertemu dengan pemerintah Indonesia besok (Selasa, 06/02/2018),” lanjut Komisioner Zeid.

Komisioner Zeid menambahkan ia tidak mengajukan permintaan berkunjung ke Papua kepada pemerintah Indonesia karena waktu kunjungannya sangat sempit, hanya dua hari. Setelah kunjungan ke Indonesia ia akan melanjutkan kunjungannya ke Papua Nugini dan Fiji.

Pendeta Benny Giay yang menjadi juru bicara delegasi Papua dalam pertemuan tersebut mengatakan salah satu fokus dalam pembicaraan dengan Komisioner Zeid adalah jumlah kematian beruntun anak-anak dan balita yang terus terjadi di Tanah Papua sejak tahun 2005 yang mencapai 730 jiwa.

“Anak-anak ini meninggal karena beberapa penyakit seperti diare, kolera, campak, HIV/AIDS, malaria dan gizi buruk atau kelaparan,” jelas Benny Giay.

Data yang dikumpulkan Gereja di Tanah Papua, lanjutnya, mencatat Yahukimo sebagai kabupaten dengan jumlah kematian anak/balita tertinggi hingga 395 jiwa yang terjadi pada tahun 2005 hingga 2017.

Kasus terkini yang terjadi di Timika, yakni insiden tertembaknya seorang perempuan bernama Imakulata Emakeparo juga menjadi fokus dalam pertemuan tersebut. Insiden penembakan ini disebutkan sebagai siklus kekerasan yang terus terjadi namun tak kunjung diselesaikan karena praktek impunitas terhadap terduga pelakunya

“Selain kasus Imakulata, beberapa kasus lainnya kami sampaikan kepada Komisioner Zeid. Termasuk menyerahkan penyelesaian kasus tragedi Paniai Desember 2014 kepada Komisioner Zeid karena pemerintah Indonesia tidak kunjung menyelesaikan kasus tersebut, serta kasus-kasus masa lalu seperti kasus Wondama dan Wasior,” ungkap Benny Giay.

Sejauh apa proses penyelesaian insiden Paniai yang menewaskan empat orang siswa ini memang sempat ditanyakan oleh Komisioner Zeid. Namun ia kemudian memahami bahwa pihak keluarga korban masih mencari keadilan atas kematian anak-anak mereka setelah mendapatka laporan dari delegasi Papua.

Ketua Sinode Gereja Kingmi Tanah Papua ini menambahkan dirinya bersama sejumlah warga Papua memang diundang secara khusus untuk bertemu dengan Komisioner Zeid di Jakarta.

Berkaitan dengan beberapa kasus pelanggaran HAM berat di Papua yang kini belum jelas penyelesaiannya antara lain Wasior 2001, Wamena 2003, dan Paniai 2014, Komisoner Zeid menyebutkan dirinya telah menerima penjelasan dari Komnas HAM yang mendorong dibentuknya tim bersama dengan Kejaksaan Agung untuk melengkapi berkas-berkas itu agar bisa dilimpahkan ke pengadilan HAM.

Pernyataan Komisoner Zeid ini dibenarkan oleh Komisoner Komnas HAM, Choirul Anam. Menurut Choirul, berkas kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu itu kerap bolak-balik antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung. Komnas HAM menilai pihaknya sudah selesai melakukan tugas penyelidikannya dan di sisi lain Kejaksaan Agung menilai berkas-berkas yang disampaikan Komnas HAM belum lengkap.

"Perlu ada terobosan. Presiden bisa membentuk tim penyidik bersama Komnas HAM dan Kejaksaan Agung," kata Anam.

Choirul menekankan bahwa hingga saat ini Komnas HAM kesulitan memanggil terduga pelaku dari TNI karena tidak memiliki kekuatan memaksa seperti penahanan, dan sebagainya.

Dalam kesempatan terpisah, untuk masalah Papua ini, terutama konflik dengan aparat yang banyak terjadi, komisioner HAM, Amiruddin Al Rahab, mengatakan Komisioner Zeid setuju dengan pendekatan dialogis untuk menyelesaikannya.

"Kami juga menekankan pentingnya pemenuhan hak sosial dan ekonomi, terkait yang terjadi di Asmat. Kami harap beliau bisa beri perhatian ke hal-hal seperti ini di Papua," kata Amiruddin. (*)


Copyright ©Tabloid JUBI "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

0 komentar

Posting Komentar