Foto: Boy Markus Dawir. |
Hal itu diungkap, Anggota DPR Papua, Boy Markus Dawir, SP usai melakukan kunjungan di asrama tersebut, benerapa hari lalu.
(Lihat ini: Kurangnya Perhatian Pemda Jayawijaya, Mahasiswa Berinisiatif Renovasi Asrama Baliem di Surabaya)
Bahkan, pemutusan air PDAM di Asrama Kamasan III Surabaya itu, juga sempat viral dan diduga terkait dengan kasus yang bertepatan 17 Agustus 2018.
"Terkait pemutusan air PDAM di Asrama Kamasan III Surabaya itu, kita sudah menunggak hampir 5 tahun. Kurang lebih ada biayanya sekitar Rp 60 juta,“ kata Boy Dawir.
Menurutnya, pembayaran tunggakan rekening air PDAM di Asrama Kamasan III Surabaya itu, menjadi tanggungjawab Pemprov Papua.
“Saya juga belum melaporkan resmi mengenai hal ini kepada Penjabat Gubernur Papua, karena baru tiba dari Surabaya. Mungkin kita akan laporkan kepada Penjabat Gubernur supaya dalam waktu dekat bisa pergi untuk selesaikan,“ ujar Boy Dawir.
Namun Politisi Demokrat yang akrab disapa BMD ini menjelaskan, terkait masalah pencabutan air PDAM di Asrama Kamasan III Surabaya itu, tidak ada kaitannya dengan masalah antara mahasiswa Papua dengan salah satu ormas di Surabaya yang sempat viral tersebut.
"Itu murni masalah hutang. Nunggak bayar rekening air PDAM. Kemudian di saat air meteran sudah dicabut, adek-adek ini sambung sendiri. Nah, ini menurut Pemkot dan PDAM Surabaya dan polisi, ini adalah pidana karena ilegal. Setiap orang yang melakukan penyambungan air ilegal di Surabaya ini, semua diproses hukum. Di Asrama ini, adek-adek pasang sendiri,” jelasnya.
"Tapi kondisi di Asrama Kamasan III Surabaya terkait masalah listrik dan telepon dalam keadaan aman," kata BMD.
Bahkan, BMD menilai masalah di Asrama Mahasiswa Papua yakni Asrama Kamasan III di Surabaya yang sempat menjadi viral beberapa hari lalu, itu terjadi karena mis komunikasi.
Namun ia mengakui, sudah menemui mahasiswa untuk mencari tahu penyebab masalah tersebut, termasuk bertemu Pemkot Surabaya maupun Kapolrestabes Surabaya.
Ia pun mengatakan, jika keadaan mahasiswa Papua di Asrama Kamasan III Surabaya, sudah membaik.
"Memang kemarin, ada sedikit miskomunikasi antara adek-adek kita yang khusus di Asrama, kemudian jadi viral itu. Itu kejadiannya terjadi di Asrama Kamasan III Surabaya di Jl Kalasan 10,“ terangnya.
(Baca ini: Pemakaian Air Bersi di Asrama Mahasiswa Papua Surabaya Dianggap Ilegal, PDAM Putuskan Aliran)
Kejadian itu, menurut BMD, dalam rangka 17 Agustus 2018, Pemkot Surabaya mewajibkan seluruh tempat, baik rumah warga maupun perkantoran pemerintah, swasta wajib memasang bendera merah putih, mengingat Kota Surabaya merupakan Kota Pahlawan, berbeda dengan kota lain dalam perebutan kemerdekaan, sehingga pemerintah dan warga Surabaya sangat atensi dan bersemangat untuk menjaga dan melanjutkan kemerdekaan dengan memasang bendera merah putih.
“Ini masalahnya adalah pemasangan bendera. Dari pemahaman adek-adek kita, yang punya tanggungjawab pasang bendera itu, adalah pengurus asrama. Ketua Asrama Kamasan III tidak tinggal di dalam, tapi kontrak di luar,“ bebernya.
Dikatakan, saat warga Surabaya mendatangi Asrama Kamasan III untuk memasang bendera merah putih, baik pemerintah setempat, sampai camat setempat, hingga Ormas datang menyampaikan kenapa asrama ini tidak bisa mengibarkan bendera merah putih.
Sebelumnya, pada Juli 2018, ada kejadian terjadi di Asrama Kamasan III Surabaya, dimana asrama dipakai untuk kegiatan bagi masyarakat Surabaya sudah menyimpang dari pemahaman ideologi negara NKRI atau kegiatan berbau lain, misalnya mereka membuat kegiatan peringatan Biak Berdarah.
"Mungkin itu wajar, tapi ada susupan orang lain yang ada ikut kegiatan itu, yang notabene mereka punya ideologi berseberangan masuk juga dalam kegiatan itu, sehingga bulan Agustus masyarakat Surabaya terpancing kenapa asrama ini tidak pasang bendera, sehingga ada ormas yang datang untuk meminta pasang bendera dan ormas itu bawa bendera dimana kejadian itu sempat viral,“ jelasnya.
BMD mengaku sudah diskusi bersama penghuni Asrama Kamasan III Surabaya tersebut, termasuk bertemu Pemkot Surabaya dan Kapolrestabes Surabaya untuk mencari solusi bagi mahasiswa Papua itu ke depan dan berharap melakukan pendekatan dengan baik.
"Hanya saja, adek-adek kita ini kurang berbaur dimana dia tinggal. Kita di Papua saudara kita nusantara ini, dia datang dan tinggal, dia langsung lakukan pendekatan dan bisa berbaur dengan masyarakat sekitar, termasuk ikut kegiatan di lingkungan RT/RW-nya. Nah, adek-adek kita yang ada di asrama ini kurang, tapi bukan di Surabaya saja, tapi asrama lain seperti sempat terjadi bentrok antara anak-anak Papua dengan warga sekitar Asrama. Ini karena adek-adek kita kurang membuka diri hidup bertetangga, sehingga terjadi seperti itu,“ paparnya.
BMD menambahkan, jika pihaknya sudah meminta Kapolrestabes Surabaya untuk melakukan pendekatan terhadap anak-anak Papua di Asrama dengan baik dalam bingkai NKRI, karena di Papua juga terjadi situasi panas, sehingga harus dijaga dengan baik.
"Jadi, sampai hari ini situasi sudah clear dan membaik. Memang ada satu tindak pidana yang dilakukan oleh oknum adek asrama kita, tapi sudah minta ke Kapolrestabes, kalau korban tidak berat, jangan terjadi lagi. Kalau terjadi lagi, silahkan aparat untuk mendudukan pada porsinya,“ tutup BMD.
(Baca ini: Korupsi Dana Asrama, Mahasiswa Jayawijaya Tegaskan akan Laporkan ke Pihak Berwajib)
Copyright ©Pasific Pos"sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
Kejadian itu, menurut BMD, dalam rangka 17 Agustus 2018, Pemkot Surabaya mewajibkan seluruh tempat, baik rumah warga maupun perkantoran pemerintah, swasta wajib memasang bendera merah putih, mengingat Kota Surabaya merupakan Kota Pahlawan, berbeda dengan kota lain dalam perebutan kemerdekaan, sehingga pemerintah dan warga Surabaya sangat atensi dan bersemangat untuk menjaga dan melanjutkan kemerdekaan dengan memasang bendera merah putih.
“Ini masalahnya adalah pemasangan bendera. Dari pemahaman adek-adek kita, yang punya tanggungjawab pasang bendera itu, adalah pengurus asrama. Ketua Asrama Kamasan III tidak tinggal di dalam, tapi kontrak di luar,“ bebernya.
Dikatakan, saat warga Surabaya mendatangi Asrama Kamasan III untuk memasang bendera merah putih, baik pemerintah setempat, sampai camat setempat, hingga Ormas datang menyampaikan kenapa asrama ini tidak bisa mengibarkan bendera merah putih.
Sebelumnya, pada Juli 2018, ada kejadian terjadi di Asrama Kamasan III Surabaya, dimana asrama dipakai untuk kegiatan bagi masyarakat Surabaya sudah menyimpang dari pemahaman ideologi negara NKRI atau kegiatan berbau lain, misalnya mereka membuat kegiatan peringatan Biak Berdarah.
"Mungkin itu wajar, tapi ada susupan orang lain yang ada ikut kegiatan itu, yang notabene mereka punya ideologi berseberangan masuk juga dalam kegiatan itu, sehingga bulan Agustus masyarakat Surabaya terpancing kenapa asrama ini tidak pasang bendera, sehingga ada ormas yang datang untuk meminta pasang bendera dan ormas itu bawa bendera dimana kejadian itu sempat viral,“ jelasnya.
BMD mengaku sudah diskusi bersama penghuni Asrama Kamasan III Surabaya tersebut, termasuk bertemu Pemkot Surabaya dan Kapolrestabes Surabaya untuk mencari solusi bagi mahasiswa Papua itu ke depan dan berharap melakukan pendekatan dengan baik.
"Hanya saja, adek-adek kita ini kurang berbaur dimana dia tinggal. Kita di Papua saudara kita nusantara ini, dia datang dan tinggal, dia langsung lakukan pendekatan dan bisa berbaur dengan masyarakat sekitar, termasuk ikut kegiatan di lingkungan RT/RW-nya. Nah, adek-adek kita yang ada di asrama ini kurang, tapi bukan di Surabaya saja, tapi asrama lain seperti sempat terjadi bentrok antara anak-anak Papua dengan warga sekitar Asrama. Ini karena adek-adek kita kurang membuka diri hidup bertetangga, sehingga terjadi seperti itu,“ paparnya.
BMD menambahkan, jika pihaknya sudah meminta Kapolrestabes Surabaya untuk melakukan pendekatan terhadap anak-anak Papua di Asrama dengan baik dalam bingkai NKRI, karena di Papua juga terjadi situasi panas, sehingga harus dijaga dengan baik.
"Jadi, sampai hari ini situasi sudah clear dan membaik. Memang ada satu tindak pidana yang dilakukan oleh oknum adek asrama kita, tapi sudah minta ke Kapolrestabes, kalau korban tidak berat, jangan terjadi lagi. Kalau terjadi lagi, silahkan aparat untuk mendudukan pada porsinya,“ tutup BMD.
(Baca ini: Korupsi Dana Asrama, Mahasiswa Jayawijaya Tegaskan akan Laporkan ke Pihak Berwajib)
Copyright ©Pasific Pos"sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
0 komentar
Posting Komentar