Camat Tambaksari Ridwan Mubahrum melakukan diskusi alot dan akhirnya mengalah. |
Menurut siara pers LBH yang disampaikan Moh.Soleh (LBH Surabaya), Hendrik (Aliansi Mahasiswa Papua) dan Anindya (Front Mahasiswa Nasional), saat itu Aliansi Mahasiswa Papua tengah mengadakan diskusi Mingguan di Asrama Mahasiswa Papua yang terletak di Jalan Kalasan No. 10 Tambaksari, Surabaya.
(Baca juga: Pemakaian Air Bersi di Asrama Mahasiswa Papua Surabaya Dianggap Ilegal, PDAM Putuskan Aliran)
Pada sekitar jam 20.30 WIB, Camat Tambaksari bersama ratusan anggota Kepolisian, TNI dan Satpol PP kota Surabaya mendatangi Asrama Mahasiwa Papua dengan dalih melaksanakan operasi Yustisi.
Namun, terangnya, ketika perwakilan Mahasiswa Papua dan dua orang mahasiswa peserta diskusi serta salah satu Pengacara Publik LBH Surabaya menanyakan Surat Perintah/Surat Tugas, Camat Tambaksari tidak bisa menunjukkan surat tersebut.
Pelecehan Seksual
Dua orang peserta diskusi, Isabella dan Anindya berusaha untuk berdialog dengan damai dengan pihak Camat namun di tengah dialog tersebut, salah seorang polisi meneriaki Anindya dengan kata-kata kasar, kemudian situasi mulai memanas.“Isabella dan pengacara publik LBH Surabaya diseret oleh aparat kepolisian, sedangkan Anindya juga dilecehkan oleh oknum aparat kepolisian, dadanya dipegang dan kemudian diseret beramai-ramai. Lalu, Camat Tambaksari bersama ratusan anggota Kepolisian, TNI dan Satpol PP kota Surabaya meninggalkan lokasi Asrama Mahasiswa Papua sekitar jam 11.00 WIB,” terangnya.
Alasan Camat bahwa operasi tersebut merupakan Operasi Yustisi, tetapi LBH menganggapnya yang tidak rasional. Karena jika memang Camat Tambaksari sedang melaksanakan Operasi Yustisi, seharusnya camat bisa menunjukkan Surat Perintah/Surat Tugas. Selain itu, jika memang melaksanakan Operasi Yustisi kenapa harus melibatkan anggota Kepolisan dan TNI, bahkan polisi bersenjata laras Panjang.
“Tindakan represif aparat Kepolisian terhadap mahasiswa Papua, tidak hanya sekali terjadi. Pada 1 Juli 2018, diskusi yang dilaksanakan Mahasiwa Papua di Asrama Mahasiswa Papua dibubarkan paksa oleh aparat Kepolisian dan di Malang diskusi Mahasiswa Papua dibubarkan secara paksa sehingga mengakibatkan beberapa Mahasiswa papua terluka,” tambahnya.
Menurut keterangan Mahasiswa Papua di Surabaya, mereka sering mendapatkan larangan untuk melaksanakan aksi-aksi demonstrasi. Untuk itu, LBH Surabaya sebagai lembaga yang concern mendorong pemajuan, pemenuhan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia mengecam keras tindakan-tindakan kekerasan terhadap Mahasiswa Papua.
“Apalagi kekerasan tersebut justru dilakukan oleh aparat negara (state apparatus), lebih-lebih dilakukan oleh aparat keamanan yang sejatinya harus memberikan perlindungan dan keamanan bagi seluruh warga negara Indonesia,” terangnya.
Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 28 E ayat (3) dan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 24 ayat (1), jelasnya, memberikan jaminan atas kebebasan berserikat, berkumpul dan berserikat. Sehingga tindakan kekerasan secara fisik dan psikis yang dilakukan aparat negara kepada Mahasiswa Papua, merupakan pelanggaran HAM.
(Baca: Mahasiswa asal Yahukimo di Bali diusir dari kontrakan)
Selain itu, tindakan pelecehan Seksual yang diduga dilakukan oleh salah satu oknum aparat Kepolisian merupakan pelanggaran serius terhadap pasal 289 KUHP, “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, dihukum karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana selama-selamanya sembilan tahun.”
Empat Tuntutan LBH
Berdasarkan hal tersebut di atas, LBH Surabaya menyerukan agar:- Pertama, Presiden Republik Indonesia memerintahkan Kepolisian dan TNI untuk menghentikan tindakan represif terhadap masyarakat khususnya Mahasiswa Papua.
- Kedua, Kapolda Jatim untuk mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggotanya terhadap Mahasiswa Papua di Jawa Timur;
- Ketiga, Kapolda Jatim untuk menindak tegas anggota Kepolisian yang melakukan pelecehan seksual Kepada Mahasiswi peserta diskusi di asrama mahasiswa Papua (Surabaya) pada tanggal 6 Juli 2018;
- Keempat, Pemerintah kota Surabaya tidak bertindak diskriminatif terhadap Mahasiswa Papua yang berada di Kota Surabaya. “Pemerintah dan aparat penegak hukum menegakkan jaminan kebebasan berkumpul, berserikat, berekspresi, dan menyampaikan pendapat yang merupakan hak setiap Manusia tanpa terkecuali,” tutupnya.
Copyright ©DutaID "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
0 komentar
Posting Komentar