Patung Yesus Raja di Mansinam, Manokwari, sesaat setelah diresmikan oleh Presiden RI ketika itu, Susilo Bambang Yudhoyono. |
Jayapura -- Rencana membangun patung Yesus Kristus di Papua, yang digadang-gadang bakal tertinggi di dunia, mendapat kecaman dari uskup setempat.
Uskup tersebut menilai rencana itu merupakan pemborosan di tengah umat yang masih berkekurangan
Rencana pembangunan patung Yesus mengemuka dari Djuli Mambaya, kepala dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Papua. Djuli Mambaya, yang berencana mencalonkan diri dalam pilgub Papua tahun depan, mengatakan kepada wartawan pekan lalu bahwa biaya konstruksi akan mencapai Rp 300 miliar dan dimulai sekitar tahun depan.
Dsebutkan bahwa patung itu akan mencapai tinggi 73 meter jauh lebih tinggi dari patung Kristus Penebus di Rio de Janeiro, Brasil, yang tingginya 38 meter.
Sebuah museum juga akan dibangun yang akan menampilkan warisan budaya Papua.
Rencana tersebut menimbulkan kecaman keras oleh uskup Katolik setempat.
"Ini tidak perlu, uangnya harus dialokasikan untuk hal-hal yang lebih mendesak seperti pendidikan, kesehatan dan pengentasan kemiskinan," kata Uskup Fransiskan Leo Laba Ladjar dari Jayapura kepada ucanews.com.
Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan bahwa proyek tersebut bertujuan untuk menghilangkan persepsi bahwa Papau adalah tempat kekerasan dan menarik pengunjung ke provinsi berpenduduk mayoritas Kristen.
"Itu akan menjadi ikon dan simbol kekristenan di Papua," katanya.
Sekitar 65 persen dari 3,2 juta penduduk Papua beragama Protestan, sementara sekitar 18 persen beragama Katolik.
Uskup Laba Ladjar mengatakan bahwa pemerintah daerah harus duduk bersama dengan para pemimpin gereja "dan menangani isu-isu yang lebih penting, seperti kemiskinan, pembunuhan, dan bentuk kejahatan lainnya yang bertentangan dengan nilai-nilai Kristen."
Yuliana Woi, penjual sayuran di Jayapura, mengatakan meski patung tersebut merupakan ide bagus, pemerintah perlu mendapatkan prioritasnya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat setempat terlebih dahulu.
Membangun pasar sehingga orang tidak perlu menjual barang dagangan mereka di jalanan akan menjadi awal, katanya.
"Patung tidak akan mengubah hidup kita, tapi bisa menjual barang," katanya.
Yan Christian Warinussy dari GKI di Tanah Papua meragukan apakah patung tersebut akan menjadi daya tarik wisata yang besar.
Dia mengatakan bahwa patung Yesus setinggi 30 meter - sejauh ini yang terbesar di Indonesia - yang didirikan beberapa tahun yang lalu di Pulau Mansinam di Papua Barat untuk memperingati kedatangan dua misionaris Protestan Jerman pada 5 Februari 1855, telah gagal untuk menarik pengunjung.
"Itu tidak berdampak positif bagi agama Kristen. Setiap 5 Februari, orang datang dan mengambil foto, lalu pergi dan melupakannya," kata dia.
Pemerintah akan lebih baik menyalurkan anggaran untuk patung baru ini ke institusi keagamaan atau gereja untuk mendukung pekerjaan evangelisasi, kata Warinusi.
Copyright ©Satu Harapan "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
0 komentar
Posting Komentar