Kamis, 09 Februari 2017

Perempuan Papua, Pejalan Kaki yang Lambat Tapi Pasti Maju

Perempuan Papua, Pejalan Kaki yang Lambat Tapi Pasti Maju
 Suasana diskusi di Rumah Bina Wamena. Foto: Wesai.
Wamena -- Lince Kogoya S.Ip, satu-satunya perempuan asal suku Dani yang kini menjabat sebagai kepala distrik di Kabupaten Jayawijaya.

“Perempuan Papua adalah pejalan kaki yang lambat tapi tak pernah sekalipun mundur. Memiliki kepastian untuk terus maju mencapai tujuan yang hendak dikejarnya,” kata Lince, dalam diskusi publik bertajuk “Perempuan Papua Bisa” yang digelar di Rumah Bina Baku Peduli, kompleks Misi Wamena, Sabtu (4/2/17).

Ungkapan itu dipadankan dengan tekad perempuan Jayawijaya, khususnya mereka yang setiap kali pulang pergi dari kampung ke kota, untuk menjual hasil kebunnya.

“Ibarat mama-mama, kalau pulang dari kebun atau dari kampung mau ke pasar mereka pikul noken besar-besar. Mereka tidak peduli jarak, jalan perlahan tapi jalan terus sampai pada tujuannya,” ujarnya.

Dalam diskusi yang sebagian besar dihadiri pemuda dan pemudi itu, Lince berbagi pengalamannya menghadapi berbagai rintangan dari aturan adat sejak usia sekolah. Menurutnya, ada aturan adat yang diskriminatif terhadap perempuan. Seperti perempuan tidak boleh tampil dan berbicara dihadapan laki-laki.

“Saat itu saya takut dengan adat di lembah ini. Perempuan itu sudah tumbuh buah dada sudah harus kawin, perempuan harus ikuti keputusan adat. Tapi saya tidak. Saya punya kemauan jadi camat. Padahal saya tidak tahu camat itu apa tapi saya pokoknya harus jadi camat. Sampai akhirnya betul jadi camat (kepala distrik),” kata Kepala Distrik Kota Wamena itu.

Untuk itu Lince Kogoya mengajak perempuan Papua khususnya di lembah Baliem Jayawijaya untuk terus menanamkan kemauan dan komitmen sejak usia sekolah agar kelak bisa jadi pemimpin di negeri ini.

“Jangan rasa minder dengan keadaan dan budaya adat yang ada di daerah ini. Banyak teribat dengan organisasi, saya sekolah itu terlibat dalam KNPI dan organisasi lainnya. Jangan rendah diri, kalau perlu jual mahal, jangan tergiur dengan rayuan gombal laki-laki,” pesannya.

Karena lanjut Lince, perempuan Papua merupakan kunci keberhasilan dalam rumah tangga. Perempuan menafkai anak, suami dan semua yang di dalam rumah, sehingga semua anggapan diskriminatif harus dihilangkan.

“Hilangkan semua yang diskriminatif yang menindas. Anggapan perempuan terkebelakang ini tidak, kita harus hentikan,” ajaknya.

Frengki Lokobal salah satu preserta diskusi menyatakan prihatin melihat rekan-rekannya peremuan di sekolah yang selalu merasa minder dan rendah diri terhadap laki-laki maupun terhadap perempuan asal suku lain.

“Jadi saya saran diskusi semacam ini kalau bisa kita lakukan di sekolah-sekolah juga. Karena SMA saya itu perempuan Papua selalu bikin kelompok sendiri. Mereka merasa kurang sehingga tidak bergaul dengan perempuan lain,” kata Frengki. (*)


Copyright ©Tabloid JUBIHubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

0 komentar

Posting Komentar