Rabu, 21 Desember 2016

Dosen Muda Asal Papua Juara I Lomba Presentasi Nasional

Dosen Muda Asal Papua Juara I Lomba Presentasi Nasional
Foto: Dosen Muda Asal Papua menggenakan Batik Papua diantara Seluruh Peserta Lomba di ruang Oudiutorium Universitas Sriwijaya Palembang 06 Desember 2016
Salatiga, Tabloid-WANI -- 19 Desember 2016, Melkior N.N Sitokdana,S .Kom.,M.Eng, Dosen Muda asal Penggunungan Bintang-Papua yang mengajar di fakultas Tehnologi dan Informatika khusus dibidang Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Dosen muda asal Papua ini terpilih sebagai juara Best Presenter dari 95 pemakalah dosen se-Indonesia di seminar nasional Annual Research Seminar (ARS) yang diselenggarahkan di Universitas Sriwijaya Palembang pada hari Selasa tanggal 06 Desember 2016. Dosen muda asal Papua yang juga alumni UKSW lulusan Teknologi Informatika ini mendapatkan juara I kategori best Presenter dengan judul karya ilmiah “Strategi Pembangunan E-Culture berbasis Ap Iwol menggunakan SECI Model” dari 95 peneliti se Indonesia. 95 peneliti se Indonesia ini diwakili masing-masing universitas sehingga sebanyak 95 universitas negeri maupun swasta khususnya fakultas tehnologi dan informati atau tehnik elektro. 

Kita kenal bahwa Bangsa Papua terkenal sebagai bangsa yang majemuk akan kebudayaan dan adat isti adat, mempunyai beraneka ragam komponen suku menjadikan Papua sebagai Wilayah yang kaya akan kebudayaannya. Keanekaragaman budaya bangsa Papua Ras Melanesia merupakan kekayaan yang tak ternilai harganya, oleh karena itu seluruh komponen bangsa wajib melestarikan dan mendayagunakan kebudayaan tersebut untuk kemakmuran bangsa, terlebih untuk menunjukkan eksistensi bangsa Papua ditengah arus globalisasi dan modernisasi yang melanda seluruh peradaban hidup bangsa Papua. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah pengembangan e-Culture berbasis kebudayaan lokal, seperti yang dilakukan dalam penelitian ini dengan mengangat topik pengembangan e-Culture berbasis Ap Iwol

Apa Itu Ap Iwol?

Ap Iwol berasal dari bahasa suku Ngalum Ok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Secara harfiah Ap Iwol dipilah menjadi 3 kata, yaitu Ap (rumah), I (Mereka), Wol (Jalan). Menurut susunan kata, rumah menempati urutan pertama kemudian diikuti kata mereka dan diakhiri kata jalan. Meskipun demikian, kata Ap Iwol bukan semata-mata persoalan bahasa (linguistik) atau permasalahan akar kata (etimologi) atau permainan tata bahasa (grammatikal). Namun, kata Ap Iwol mengandung makna yang sangat luas dan mendalam. Kata ini memiliki multi makna dan berdimensi filosofis, spiritual, ekologis, ekonomis dan teologis.

Suku Ngalum Ok memandang Ap Iwol sebagai rumah kehidupan, sehingga rumah tersebut menjadi jalan menuju rumah kehidupan yang sebenarnya. Penekanannya pada pengertian rumah kehidupan. Pengertian ini memiliki makna yang sangat mendalam dan mendasar bagi kehidupan manusia Aplim Apom- Pegunungan Bintang. Tentu akan muncul beragam interpretasi sesuai konteks, perspektif dan latar belakang sudut pandang. Ap Iwol juga diartikan sebagai tempat pertemuan secara spritual dengan sang Pencipta dan Kaka I Ase (Sang Ayah/Bapa); sebagai pusat kebudayaan suku Ngalum Ok, tempat berdiamnya Sang Pencipta sebagai sumber hidup yang dapat menggerakan keseluruhan sistem kehidupan.

Pengertian Ap Iwol secara luas sebagai sebuah supra sistem, artinya induk dari berbagai sistem atau bagian dari sistem yang lebih besar. Supra sistem menggerakan seluruh aspek kehidupan manusia Ngalum Ok, sehingga Ap Iwol dipandang sebagai pusat kehidupan (center of life) bagi manusia, baik secara individu maupun kelompok. Sistem yang dimaksud di sini adalah kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, yang berada dalam satu kesatuan dengan memiliki unsur-unsur penggerak adalah masyarakat yang tergabung dalam klan atau lintas klan atas dasar hubungan kekerabatan secara historis, terlebih keluarga atau individu yang tergabung dalam Ap Iwol. Secara fisik Ap Iwol dilihat sebagai sebuah rumah adat bagi klan tertentu atau identitas klan dari kelompok masyarakat yang memiliki hubungan historis menurut mitos dan peradaban manusia Aplim Apom. Ap Iwol sebagai supra sistemnya, maka sistemnya adalah sistem pemerintahan (government system), sistem politik (political and leadership system), sistem sosial/hubungan kekerabatan (Social/Kinship System), sistem ekonomi (economic system), sistem pendidikan dan ilmu pengetahuan (educational and scientific system), sistem religi/teologi (religion system), sistem kesenian (Art system) dan sebagainya. Semua ini dikendalikan oleh sistem pemerintahan Ap Iwol dengan tujuan menjaga kestabilan masyarakat yang tergabung dalam Ap Iwol, menjaga tingkah laku masyarakat, menjaga fondasi Ap Iwol, menjaga kestabilan keamanan, perekonomian, sosial, nilai-nilai religi dan pemerintahannya.

Dengan demikian penamaan Ap Iwol merupakan bagian dari upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan berbasis teknologi informasi kontekstual Papua, dan merupakan bagian dari rencana penelitian jangka panjang yaitu perancangan dan implementasi e-Ap iwol yang lebih integratif, komprehensip dan berkelanjutan. 

Secara umum di Tanah Papua, pengetahuan dan kebijaksaan tentang budaya suku hanya dimiliki oleh para tetua adat sementara generasi saat ini rata-rata tidak tahu akan budaya suku-nya. Tetua adat-pun kini semakin berkurang sehingga warisan budaya intangible (dalam ingatan personal) juga turut berkurang bahkan hilang, Dengan demikian ancaman kepunahan budaya suku sedang diambang kepunahan. Salah satu gejalah yang dapat dirasakan sekarang adalah rata-rata generasi muda Papua saat ini tidak bisa berbicara bahasa suku-nya, padahal bahasa sebagai subsistem dari sistem kebudayaan yang fundamental, karena dengan bahasa mereka bisa dapat mengetahui unsur-unsur kebudayaan Tangible maupun Intangible dari sukunya. 

Berdasarkan permasalahan diatas maka dilakukan penelitian tentang strategi pengembangan e-Culture berbasis Ap Iwol sebagai upaya pengembangan dan pelestarian budaya suku di tanah Papua berbasis Knowledge Management menggunakan SECI Model. Dengan demikian pengetahuan dan kebijaksanaan dari budaya suku dapat ditangkap, dikelola, didokumentasikan dan disebarluaskan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Dengan terdigitalisasikannya unsur-unsur pengetahuan dan kebijaksanaan budaya suku diharapkan terjadi knowledge transfer sehingga nilai-nilai budaya dapat dilestarikan dan dayagunakan sebagai wujud eksistensi diri-nya sebagai manusia berbudaya.

Berdasarkan hasil analisis, pengembangan e-Culture berbasis Ap Iwol merupakan salah satu potensi yang harus dikembangkan dan dayagunakan untuk berbagai kepentingan. Potensi tersebut tercermin dari Alut (kebijaksanaan), Masop (ilmu pengetahuan) dan Ngolki (Expert) yang terdapat dalam Ap Iwol. Atas dasar itulah maka pengembangan e-Culture berbasis Ap Iwol perlu dikembangkan karena para Ngolki yang berperan di Ap Iwol kini sudah berkurang, sementara generasi muda saat ini tidak banyak yang berniat untuk mendalami potensi lokal ini sehingga ancaman degradasi nilai-nilai lokal diambang kepunahan. 

Menurut wawancara yang dilakukan oleh penulis berita ini, perserta yang hadir pada lomba presenter bergengsi di Palengmbang itu memiliki kemampuan diatas rata-rata dibidang terkait bahkan dari beberapa peserta diantaranya dekan fakultas dan memliki latar belakang pendidikan Doktoral dibidang tehnologi, seperti utusan dari Institut Tehnologi Bandung adalah salah satu Dosen dengan latar belakang berpendidikan Doktor. Prestasi ini semata-mata untuk membangkitkan kepercayaan diri anak-anak muda Papua untuk bangkit dan berprestasi di kanca nasional. Selain itu tujuan utama adalah untuk menunjukkan eksistensi bangsa Papua dengan cara melestarikan dan mendayagunakan kebudayaannya ditengah arus globalisasi dan modernisasi yang melanda seluruh tanah Papua.

Judul dari karya ilmiah pada presentasi Ap Iwol berbasis SECI Model merupakan suatu metode baru yang dikembangkan untuk bagaimana orang Papua mendokumentasikan pengetahuan lokal yang ada di Ap Iwol kemudian dapat digitalkan sehingga generasi saat ini maupun kedepan dapat pengetahuan dari digital yang akan kita siapkan nantinya. Hal ini sangat penting mengingat apa yang telah disinggung sebelumnya. Pada lomba seminar nasional dibidang tehnologi dan informatika tersebut, kita lalui berbagai tahapan pada presentasi tersebut, saya dinyatakan memperoleh juara I dengan kategori Best Presenter dari 95 peneliti se Indonesia, sedangkan juara II diperoleh presenter dari Institut Tehnologi Bandung (ITB). Setelah mendengar kabar gembira tersebut, penulis berita ini telah bertemu untuk mewawancarahi walaupun sudah terlmabat dan dalam wawancara tersebut banyak hal yang diungkapkan oleh Melkior selaku pemenang best presenter, Menurut Dosen muda asal Papua, lulusan tercepat Magister Teknik Elektro Universitas Gaja Manda (UGM) Yogyakarta tersebut, pertama, bahwa dengan juara nasional hasil karya ilmiah seperti ini kami sedang menghapuskan cara pandang (Stigma) yang menganggap orang Papua itu tidak mampu, kurang pengetahuan, bodoh dan lain sebagainya yang selalu dilekatkan kepada bangsa Papua. Di benak orang luar yang beranggapan orang Papua kurang berpengetahuan, tidak mampu, Bodoh dan lain-lain yang merupakan upaya pembunuhan karakter dan kemampuan manusia Papua itu harus kita musnahkan. Cara menghapuskan image mereka ini gampang, tidak perluh dengan kata-kata tetapi dengan tindakan, kerja keras dan proses belajar, mempublikasikan hasil karya ilmiah melalui seminar, jurnal nasional, mengadakan diskusi, membuat forum debat dan lainnya. Dengan demikian kami dapat menunjukan bahwa kami tidak lagi dianggap seperti yang selama ini dipikirkan. 

Pesan yang disampaikan oleh Juara nasioanl best presenter buat generasi muda Papua selain yang sigung pada awal kalimat ini adalah bahwa diharapkan melakukan aksi dalam upaya menghapus stigma di benak orang luar dengan cara kita. Kembangkan tulisan karya ilmiah, menulis dan mencetak banyak buku dan sebarkan di gramedia seluruh Indonesia dengan demikian orang luar atau orang non Papua akan sadar bahwa mereka tidak seperti yang dipikirkan selama ini. Disisis lain jika selama ini pemerintahan Papua selalu menggunakan hasil research orang yang bukan berasal dari Papua dalam upaya pembangunan di Papua, maka kini saatnya kami anak-anak Papua dapat melakukan penelitian dan pengkajian kemudian hasil research tersebut dijadikan tolak ukur dalam pembangunan Papua diberbagai bidang termasuk pelanggaran hak asasi manusia perluh dapat kita melakukan penelitian dan pengkajian dan hasil penelitian dimuat diberbagai media. Kemudian kedua, bahwa jika mereka menganggap seperti itu, maka kita berusaha belajar untuk mengejar ketertinggalan, jika mereka belajar 6 jam perhari, maka kita harus belajar 12 jam perhari dengan demikian selama 2 tahun generasi Papua sudah menyamakan bahkan lebih dari mereka.

Sebagai Dosen, selama ini yang saya pantau pada Mahasiswa yang berasal dari Papua adalah kebanyakan mental para Mahasiswa terbawah arus pada benak mereka dengan anggapan mereka selama ini, maka walaupun generasi Papua itu punya kemampuan, tetapi pada saat kuliah berlangsung ada rasa minder, takut, malu dan lain-lain sehingga tidak berani mengeluarkan kemampuannya. Juga pada saat mengikuti seminar atau forum debat, diskusi dan lainnya pasti mengalami hal yang sama. Hal itu terjadi karena kehilangan kepercayaan diri, jika sudah kehilangan kepercayaan akan sangat sulit untuk kami berekstra keras bahkan kami merasa dipojokan.

Yang terakhir oleh Dosen muda yang merencanakan Study Doktor di Germany pada tahun 2017 ini berpesan kepada seluruh generasi muda Papua agar dapat melahirkan budaya membaca pada setiap indivindu. Dengan banyak buku yang kita membaca akan kami banyak menguasai akan dunia pengetahuan dan dunia tehnologi, menguasai apa yang akan terjadi atas manusia dan bumi ini pada masa yang akan datang. Selain itu dengan banyaknya membaca, generasi Papua tidak ada lagi akan ditipudayakan oleh orang luar seperti yang selama ini sedang terjadi di Papua, tagasnya.


Menurutnya, Saya jadi Dosen di Universitas sekelas UKSW bukan karena pintar, tetapi saya selalu lakukan kerja keras dalam mengejar ketertinggal saya. Apalagi saya dari pendalaman sana, mana mungkin saya jadi dosen. Tapi perjuangan telah saya lakukan dan akan lakukan, saat ini sudah saya menulis beberapa Buku dan tersebar kemana-mana, saya juga termotifasi akan menghasilkan banyak karya tentang Papua dan hal ini suatu kewajiban bagi kami sebagai masyarakat ilmiah. Saya harap semua anak muda Papua lakukan hal yang sama sehingga kami menunjukan kualitas dan integritas yang Tuhan menganugerahkan kepada kemi bangsa Papua. Sementara ditanya tentang disertaasi yang akan ditulis saat study Doktor di Germany nanti, menurutnya, Saya akan memfokuskan diri pada Eletronic Culture research tentang kebudayaan Melanesia. Otoritas keilmuan saya akan mengangkat kebudayaan Melanesia karena kebudayaan adalah rohnya bangsa Melensia. Pusat study pasti di Vanuatu, Salomond, Fiji, PNG, Papua dan beberapa wilayah Melanesia lainnya. Kebudayaan Malanesia identik dengan bangsa Melanesia sehingga itu harus saya lakukan menurut Melkior, Sala satu anak muda Papua yang kritis ini.


Posted by: Otis Tabuni
Copyright ©Tabloid WANIHubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

0 komentar

Posting Komentar